Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen

A. Kasus Nisan March
     Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
     Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
     Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu. Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
     Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
     Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.


B. Kasus Susu Formula

     Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih. Hal-hal menyangkut kepentingan konsumen memang masih sangat miskin perhatian. Setelah setahun menunggu, Kementerian Kesehatan akhirnya mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia 0-6 bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii.Hasil ini berbeda dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E sakazakii.Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas, kasus susu formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen. Ini membuktikan bahwa hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang masih miskin perhatian dalam tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan ekonomi.

C. kasus Bakso Celeng

Petugas dari Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang mengandung daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat (14/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.

     TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
     Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
     Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan. 

Sumber  :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-march-masuk-pengadilan
http://putrifebriwulandariblog.wordpress.com/2013/05/20/perlindungan-konsumen-dan-contoh-kasus/
http://karsantireno.blogspot.com/2014/06/contoh-kasus-perlindungan-konsumen.html
https://merryinriama.wordpress.com/2014/06/03/kasus-perlindungan-konsumen/
http://www.tempo.co/read/news/2014/05/05/064575558/Jual-Bakso-Daging-Celeng-Pria-Ini-Dipidanakan

Comments

Popular posts from this blog

Standar Audit & Akuntansi Internasional

Asal Usul Brebes

Translasi Mata Uang Asing